Namun, alangkah lebih baik jika bisa menyeimbangkan kemampuan antara bahasa ibu kita dan bahasa-bahasa lainnya. Jangan sampai sebagai warga negara Indonesia, kita lancar berbahasa asing, tetapi malah macet berbahasa Indonesia. Bicara mengenai bahasa, sepertinya tak lengkap jika tidak bercakap tentang sastra. Bahasa dan sastra menjadi dua hal yang sejatinya saling berkaitan. Dengan bahasa, kesastraan jadi lebih mekar sehingga muncul beragam karya sastra indah. Mulai dari puisi, sajak, prosa, dongeng, hingga syair. Salah satu pujangga senior di kalangan sastrawan Tanah Air ialah Sapardi Djoko Damono. Tak hanya di Indonesia, karyanya bahkan telah ditafsirkan ke dalam berbagai bahasa dunia.
Lalu, mengapa bulan bahasa dan sastra diperingati di bulan Oktober?
Bulan Oktober diperingati Indonesia sebagai Bulan Bahasa dan Sastra. Tidak banyak yang melupakan, tapi tidak seberapa juga yang mengingat hal ini. Sebenarnya, mengapa diperingati pada bulan Oktober? Bahasa bisa dibilang termasuk senjata pemersatu bangsa. Hal tersebut bahkan telah bergaung sejak Indonesia belum merdeka, yakni saat mengikrarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENGDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Sepenggal ikrar pada poin ketiga naskah Sumpah Pemuda itulah yang menjadi bibit jadinya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Oleh karena benang merahnya dengan Sumpah Pemuda yang dahulu diikrarkan, Indonesia memeringati bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa dan Sastra.Peringatan Bulan Bahasa dan Sastra setiap bulan Oktober sendiri, kiranya ditujukan untuk mengingat bahwa kukuhnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bukan tanpa ancang-ancang dan sonder perjuangan.
Agaknya inilah salah satu alasan kita perlu memeringati Bulan Bahasa dan Sastra. Agar sebagai putra dan putri Indonesia, kita lebih menghargai Bahasa Indonesia. Agar sebagai putra dan putri Indonesia, kita lebih berbangga terhadap Bahasa Indonesia.
Mari rayakan Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia secara antusias, karena kalau bukan kita yang melestarikannya, siapa lagi?